Hukum Menikah Lewat telfon/vidio call
Assalamualaikum wr wb
Deskripsi masalah:
Ada seorang anak laki" pergi merantau ke lain daerah sebut saja abdullah diperantauan abdullah bertemu dengan seorang perempuan yang bernama siti dia juga anak perantauan.
Setelah beberapa bulan antara abdullah dan siti saling mencintai dan pada akhirnya merekapun melanjutkan ke jenjang pernikahan lalu mereka menghubungi ayahnya siti agar menikahkan siti lewat hp atau video call
Petanyaan :
Mohon maaf kepada admin untuk jawabannya Bagaimana hukum nikah lewat vdeo call ?
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Jawaban :
Tidak sah menurut mayoritas ulama, salah satunya Imam Taqiyyudin dalam kitabnya Kifayatul Akhyar II/5
(فرع) يُشْتَرَطُ فِى صِحَّةِ عَقْدِ النِّكَاحِ حُضُورُ أَرْبَعَةٍ: وَلِىٍّ وَزَوْجٍ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ.
Dan disyaratkan dalam keabsahan akad nikah hadirnya empat orang (dalam satu tempat) : wali, calon pengantin dan dua orang saksi yang adil.
وَمِمَّاتَرَكَهُ مِنْ شُرُوطِ الشَّاهِدَيْنِ السَّمْعُ وَالبَصَرُ وَالضَبْطُ. (قوله والضبط) أَيْ لألْفَاظِ وَلِىِّ الزَّوْجَةِ وَالزَّوْجِ فَلاَ يَكْفِي سِمَاعُ أَلْفَاظِهِمَا فِي ظُلْمَةٍ لأَنَّ الأصْوَاتِ تَشْبِيْه
Mendengar, melihat dan (dlobith) membenarkan adalah bagian dari syarat diperkenankannya dua orang saksi. (pernyataan penyusun ‘wa al dlobthu) maksudnya lafadz (pengucapan) dari wali pengantin putri dan pengantin pria, maka tidaklah cukup mendengar lafadz (perkataan) mereka berdua dikegelapan, karena suara itu (mengandung) keserupaan).
Tuhfatul Habib ala Syarhil Khatib III/335
➖➖➖➖➖➖
Dan ini dua referensi dari generasi yang berbeda, salaf atau klasik dan kontemporer. Dalam referensi salaf diterangkan bahwa menjadi saksi nikah dalam kegelapan *dihukumi tidak sah* sebab saksi tidak tahu persis pelafalan akad nikah. Berikut kutipan aslinya
Kitab dalam Hasyiyah al-Bujairami j. 3 h. 396
مِنْ شُرُوْطِ الشَّاهِدَيْنِ السَّمْعُ وَالْبَصَرُ وَالضَّبْطُ وَلَوْ مَعَ النِّسْيَانِ عَنْ قُرْبٍ وَمَعْرِفَةُ لِسَانِ الْمُتَعَاقِدَيْنِ قَوْلُهُ: (وَالضَّبْطُ) أَيْ لِأَلْفَاظِ وَلِيِّ الزَّوْجَةِ وَالزَّوْجِ، فَلَا يَكْفِيْ سَمَاعُ أَلْفَاظِهِمَا فِيْ ظُلْمَةٍ؛ لِأَنَّ الْأَصْوَاتَ تَشْتَبِهُ
“Termasuk syarat-syarat dua saksi adalah mendengar akad, melihat, mengetahui persis walaupun setelah itu lupa, dan mengetahui pergerakan mulut dua orang yang melakukan akad (mempelai pria dan wali). Mengetahui persis dalam hal ini adalah pada lafal yang diucapkan oleh wali dan mempelai pria. Maka tidaklah sah menjadi saksi dalam kegelapan, sebab mendengar suara tanpa melihat orangnya sarat menimbulkan keraguan.”
Dari referensi ini ada dua hal yang menjadi direct point. Satu mengetahui persis dan dua harus melihat dengan jelas pergerakan mulut dari dua orang yang melakukan akad. Dan jika pernikahan dilangsungkan lewat video call maka kedua hal ini akan sangat sulit terwujud. Di samping itu, kevalidannya juga terkadang disangsikan. Siapa tahu itu bukanlah siaran langsung namun rekaman. Atau itu memang siaran langsung namun terjadi delay, padahal syarat ijab dan qabul harus bersambung dan tanpa jeda.
Dalam referensi kekinian, para ulama juga memiliki pendapat yang sama. Yakni tidak diperbolehkannya nikah lewat telepon.
Dalam kitab Al-Fawaid Al-Mukhtarah h. 246 disebutkan
التِلْفُوْنُ كِنَايَةٌ فِي الْعُقُوْدِ كَالْبَيْعِ وَالسَّلَمِ وَالْإِجَارَةِ فَيَصِحُّ ذَلِكَ بِوَاسِطَةِ التِّلْفُوْن أَمَّا النِّكَاحُ فَلَا يَصِحُّ بِالتِّلْفُوْن لِأَنَّهُ يُشْتَرَطُ فِيْهِ لَفْظٌ صَرِيْحٌ, وَالتِّلْفُوْن كِنَايَةٌ وَأَنْ يَنْظُرَ الشَّاهِدُ إِلَى الْعَاقِدَيْنِ وَفُقِدَ ذَلِكَ إِذَا كَانَ بِالتِّلْفُوْن, أَوْ مَا هَذَا مَعْنَاهُ.
“Penggunaan telepon dalam permasalahan akad seperti jual beli, pemesaan, dan penyewaan adalah dihukumi kinayah (penggunaan lafal tidak secara sarih). Maka akad-akad tersebut dihukumi sah jika dilakukan melalui telepon. Namun beda halnya dengan pernikahan, sebab dalam akad nikah diharuskan menggunakan lafal yang sarih sedangkan telepon itu kinayah. Dan juga pensyaratan saksi harus melihat langsung dua orang yang melakukan akad tidak terpenuhi jika akad dilakukan melalui telepon atau hal-hal yang semakna dengan telepon.”
Dari sini kita bisa melihat memang dalam pernikahan, para ulama memberi syarat-syarat yang cukup ketat. Hal ini disebabkan hal-hal yang menjadi konsekuensi dari pernikahan juga cukup besar. Seperti kehalalan seorang wanita yang jika tidak dilakukan dengan benar maka akan menjadi zina, permasalahan warisan, permasalahan mahram, dan seterusnya. Maka sudah seyogyanya kita juga amat berhati-hati dalam semua aspek keagamaan kita terlebih pernikahan.
Wa llahu 'alam bhis showab
__________________________________
Komentar
Posting Komentar