Tujuan Dan Hikmah Iddah Bagi Wanita yg Di Cerai suaminya
Deskripsi masalah :
Disebuah desa ada seorang perempuan janda diceraikan suaminya sebut saja zainab dia sedang dinanti oleh seorang pria yang bernama solihin untuk dinikahinya, yang mana zainab telah berstatus janda sudah memasuki 3 bulan yang tak lama lagi masa iddahnya selesai.
Sedangkan tetangganya yang bernama surti diapun janda namun ditinggal mati suaminya.
Dan adalah amar lelaki yang mengidamkan surti mesti sabar menunggu karena masa iddahnya surti yang mana lebih lama dibandingkan dengan zainab.
Pertanyaan :
Assalamualaikum
ustadz wa ustadzah se x an,,,!!
Ana mau nanya :
Adakah ustadz/dzah pernah menemukan alasan Kenapa masa iddah itu 3 bulan 10 hari bagi yang d ceraikan,,dan 4 bulan 10 hri bagi yang di tinggal mati oleh suaminya,,,??
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Jawaban :
Wa'alaikumusalam warohmatulloh wa barakatuh
Alasan dan ketentuan masa iddah
Sebagaimana diketahui, wanita memiliki masa iddah, yakni masa tunggu tertentu setelah ditinggal wafat atau diceraikan suaminya. Pada masa ini pula, suami yang mencerainya bisa kembali atau rujuk kepadanya, tanpa memerlukan akad baru, selama talak yang dijatuhkan berupa talak raj‘i (bisa dirujuk).
Kaitan dengan masalah iddah ini,
Syekh Abu Bakar ibn Muhammad al-Husaini dalam kitab Kifâyatul Akhyâr (Terbitan: Darul Khair, Damaskus, Tahun 1994, Cetakan Pertama, jilid 1, halaman 423 dst.), telah menguraikannya kepada kita. Berikut adalah uraian ringkasannya.
الْعدة اسْم لمُدَّة مَعْدُودَة تَتَرَبَّص فِيهَا الْمَرْأَة ليعرف بَرَاءَة رَحمهَا وَذَلِكَ يحصل بِالْولادَةِ تَارَة وبالأشهر أَو الْأَقْرَاء
Artinya: “Iddah adalah nama masa tunggu tertentu bagi seorang wanita guna mengetahui kekosongan rahimnya. Kekosongan tersebut bisa diketahui dengan kelahiran, hitungan bulan, atau dengan hitungan quru’ (masa suci).”
Selanjutnya, secara global wanita yang menjalani masa iddah terbagi menjadi dua:
(1) wanita yang menjalani masa iddah karena ditinggal wafat suami.
(2) wanita yang menjalani masa iddah bukan karena ditinggal wafat, seperti dicerai, baik yang sudah bergaul suami-istri ataupun belum.
Masing-masing dari keduanya terbagi lagi menjadi dua keadaan, pertama dalam keadaan hamil dan kedua tidak dalam keadaan hamil. Kemudian kondisi tidak hamil terbagi lagi menjadi dua: haid dan tidak haid.
Dengan memperhatikan sebab dan kondisinya, maka wanita yang menjalani masa iddah secara umum terbagi menjadi enam kondisi:
(1) wanita yang ditinggal wafat suami dan dalam keadaan hamil,
(2) wanita yang ditinggal wafat suami dan tidak dalam keadaan hamil,
(3) wanita yang dicerai suami dalam keadaan hamil,
(4) wanita yang dicerai suami, tidak dalam keadaan hamil, sudah pernah bergaul suami-istri, dan sudah/masih haid,
(5) wanita yang dicerai tidak dalam keadaan hamil, sudah pernah bergaul suami-istri, dan belum haid atau sudah berhenti haid (menopouse),
(6) wanita yang dicerai namun belum pernah bergaul suami-istri. Hanya saja oleh para ulama, bagian terakhir ini seringkali tidak dimasukkan ke dalam pembagian utama wanita yang beriddah. Pertama, wanita yang ditinggal wafat suami dan dalam keadaan hamil, maka iddahnya adalah hingga melahirkan. Tidak ada bedanya, apakah kelahirannya kurang atau lebih dari masa iddah pada umumnya. Misalnya, seminggu setelah ditinggal wafat suaminya, sang wanita melahirkan.
Maka habislah masa iddah wanita tersebut. Hal ini berdasarkan keumuman makna ayat yang menyatakan:
وَأُولاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
Dan perempuan - perempuan yang hamil, waktu iddah mereka ialah sampai mereka melahirkan kandungannya
(Q.S. al-Thalaq [65]: 4).
Kedua, wanita yang ditinggal wafat suaminya dan tidak dalam keadaan hamil, atau dalam keadaan hamil namun bukan dari suaminya yang meninggal, maka masa idahnya adalah 4 bulan 10 hari. Tidak ada perbedaan antara wanita yang belum haid, masih mengalami haid, atau sudah berhenti haid (menapouse). Pun tidak ada bedanya apakah sudah pernah bergaul suami-istri atau belum. Hal ini berdasarkan ayat yang menyatakan:
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ
أَزْوَاجاً يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْراً
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari,
(Q.S. al-Baqarah [2]: 234).
Ketiga, wanita yang dicerai suami dalam keadaan hamil, maka iddahnya hingga melahirkan, sebagaimana dalam keadaan hamil yang ditinggal wafat suaminya. Keempat, wanita yang dicerai suami, tidak dalam keadaan hamil, sudah pernah bergaul suami-istri, dan sudah/masih haid, maka iddahnya adalah tiga kali quru
. وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ وَلَا
يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ
Wanita-wanita yang ditalak
handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya,
(Q.S. al-Baqarah [2]: 228).
Para ulama berbeda pendapat tentang makna quru. Para ulama al-Syafi’i memaknai quru dengan masa suci. Dan masa iddah dihitung dari masa suci saat diceraikan. Sedangkan jika diceraikan sedang haid, maka masa iddah dihitung sejak masa suci setelah haid itu.
Contoh sederhana:
Tgl/bln 1/1 10/1 sd 17/1 17/1 sd 10/2 10/2 sd 17/2 17/2 sd 10/3 Keadaan Suci (jatuh talak)
Jika mengacu kepada quru sebagai masa suci, maka jika seorang suami menjatuhkan talak pada tanggal 1 Muharram, maka masa iddah istrinya berakhir pada tanggal 10 Rabi‘ul Awal atau saat dimulainya masa haid ketiga. Kelima, wanita yang dicerai tidak dalam keadaan hamil, sudah pernah bergaul suami-istri, dan belum haid atau sudah menopouse, maka iddahnya adalah selama tiga bulan, sebagaimana dalam Al-Qur’an:
وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ
Dan perempuan - perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid, (Q.S. al-Thalaq [65]: 4). Adapun bulan yang menjadi patokan penghitungan adalah bulan Hijriah. Keenam, wanita yang dicerai namun belum pernah bergaul dengan suaminya, maka tidak ada masa
iddah baginya, sebagaimana firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا
Hai orang-orang yang beriman
, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut‘ah (pemberian) dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya,
( Q.S. al-Ahzab [33]: 49).
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Adapun tujuan dan hikmah diwajibkanya iddah itu adalah sebagaimana dijelaskan dalam salah satu definisi yang disebutkan yaitu:
Pertama, untuk mengetahui bersihnya rahim perempuan tersebut dari bibit yang ditinggalkan mantan suaminya. Hal ini disepakati oleh ulama. Pendapat ulama waktu itu didasarkan kepada dua alur pikir:
1.Bibit yang ditinggal oleh mantan suami dapat berbaur dengan bibit orang yang akan mengawininya untuk menciptakan satu janin dalam perut perempuan tersebut. Dengan pembauran itu diragukan anak siapa sebenarnya yang dikandung oleh perempuan tersebut. Untuk menghindarkan pembauran bibit itu, maka perlu diketahui atau diyakini bahwa sebelum perempuan itu kawin lagi rahimnya bersih dari peninggalan mantan suaminya.
2.Tidak ada cara untuk mengetahui apakah perempuan yang baru berpisah dengan suaminya mengandung bibit dari mantan suaminya atau tidak kecuali dengan datangnya beberapa kali haid dalam masa itu. Untuk itu diperlukan masa tunggu.
Alur pikir pertama tersebut di atas tampaknya waktu ini tidak relevan lagi karena sudah diketahui bahwa bibit yang akan menjadi janin hanya dari satu bibit dan berbaurnya beberapa bibit dalam rahim tidak akan mempengaruhi bibit yang sudah memproses menjadi janin itu. Demikian pula alur pikir kedua tidak relevan lagi karena waktu ini sudah ada alat yang canggih untuk mengetahui bersih atau tidaknya rahim perempuan dari mantan suaminya. Meskipun demikian, iddah tetap diwajibkan dengan alasan dibawah ini.
Kedua, untuk ta'abbud, artinya semata untuk memenuhi kehendak dari Allah meskipun secara rasio kita mengira tidak perlu lagi. Contoh dalam hal ini, umpamanya perempuan yang kematian suami dan belum digauli oleh suaminya itu, masih tetap wajib menjalani masa iddah, meskipun dapat dipastikan bahwa mantan suaminya tidak meninggalkan bibit dalam rahim isterinya itu.
Adapun hikmah yang dapat diambil dari ketentuan iddah itu adalah agar suami yang telah menceraikan isterinya itu berpikir kembali dan menyadari tindakan itu tidak baik dan menyesal atas tindakannya itu. Dengan adanya iddah, dia dapat menjalin kembali hidup perkawinan tanpa harus mengadakan akad baru.
Menurut lughah iddah di ambil dari kata kata al-`adad ( العدد ) yang berarti bilangan. Hal ini karena ketika berbicara tentang iddah, maka akan berbicara tentang bilangan-bilangan kurun waktu seperti bulan, tahun, dan lain-lain. Sehingga dengan di ketahui bahwa tujuan iddah adalah untuk mengetahui bersihnya rahim dari janin atau ta'abbud dan berduka/bersedih bila suaminya meninggal.
حاشية الجمل - (ج 19 / ص 124) المكتبة الشاملة.
( كِتَابُ الْعِدَدِ ) جَمْعُ عِدَّةٍ مَأْخُوذَةٌ مِنْ الْعَدَدِ لِاشْتِمَالِهَا عَلَيْهِ غَالِبًا وَهِيَ مُدَّةٌ تَتَرَبَّصُ فِيهَا الْمَرْأَةُ لِمَعْرِفَةِ بَرَاءَةِ رَحِمِهَا أَوْ لِلتَّعَبُّدِ أَوْ لِتَفَجُّعِهَا عَلَى زَوْجٍ كَمَا سَيَأْتِي وَالْأَصْلُ فِيهَا قَبْلَ الْإِجْمَاعِ الْآيَاتُ الْآتِيَةُ وَشُرِعَتْ صِيَانَةً لِلْأَنْسَابِ وَتَحْصِينًا لَهَا مِنْ الِاخْتِلَاطِ ( تَجِبُ عِدَّةٌ بِوَطْءِ شُبْهَةٍ أَوْ بِفُرْقَةِ زَوْجٍ حَيٍّ ) بِطَلَاقٍ أَوْ فَسْخٍ أَوْ انْفِسَاخٍ بِلِعَانٍ أَوْ رَضَاعٍ أَوْ غَيْرِهِ ( دَخَلَ مَنِيُّهُ الْمُحْتَرَمُ أَوْ وَطِئَ ) فِي فَرْجٍ ( وَلَوْ فِي دُبُرٍ ) بِخِلَافِ مَا إذَا لَمْ يَكُنْ دُخُولُ مَنِيٍّ وَلَا وَطْءٌ وَلَوْ بَعْدَ خَلْوَةٍ قَالَ تَعَالَى { ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ } ، وَإِنَّمَا وَجَبَتْ بِدُخُولِ مَنِيِّهِ ؛ لِأَنَّهُ كَالْوَطْءِ بَلْ أَوْلَى ؛ لِأَنَّهُ أَقْرَبُ إلَى الْعُلُوقِ مِنْ مُجَرَّدِ الْوَطْءِ وَخَرَجَ بِزِيَادَتِي الْمُحْتَرَمَ غَيْرُهُ بِأَنْ يُنْزِلَ الزَّوْجُ مَنِيَّهُ بِزِنًا فَتُدْخِلَهُ الزَّوْجَةُ فَرْجَهَا ( أَوْ تَيَقُّنِ بَرَاءَةِ رَحِمٍ ) كَمَا فِي صَغِيرٍ أَوْ صَغِيرَةٍ فَإِنَّ الْعِدَّةَ تَجِبُ لِعُمُومِ الْأَدِلَّةِ ؛ وَلِأَنَّ الْإِنْزَالَ الَّذِي بِهِ الْعُلُوقُ خَفِيٌّ يَعْسُرُ تَتَبُّعُهُ فَأَعْرَضَ الشَّرْعُ عَنْهُ وَاكْتَفَى بِسَبَبِهِ وَهُوَ الْوَطْءُ أَوْ إدْخَالُ الْمَنِيِّ كَمَا اكْتَفَى فِي التَّرَخُّصِ بِالسَّفَرِ ، وَأَعْرَضَ عَنْ الْمَشَقَّةِ
Tujuan iddah adalah Memastikan kosongnya rahim wanita.
Jika keadaan hamil maka iddahnya khusus pakai iddah hamil yaitu sampai melahirkan,karena tujuan dari iddah adalah kosongnya rahim dan kosongnya rahim itu sudah terjawab dengan melahirkan.
أسنى المطالب في شرح روض الطالب (3/ 392)
فَصْلٌ وَإِنْ كانت الْمُطَلَّقَةُ أو نَحْوُهَا حَامِلًا بِوَلَدٍ لَاحِقٍ بِذِي الْعِدَّةِ اعْتَدَّتْ بِوَضْعِهِ حُرَّةً كانت أو أَمَةً ذَاتَ أَقْرَاءٍ أو أَشْهُرٍ لِقَوْلِهِ تَعَالَى وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَهُوَ مُخَصِّصٌ لِقَوْلِهِ وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ وَلِأَنَّ الْقَصْدَ من الْعِدَّةِ بَرَاءَةُ الرَّحِمِ وَهِيَ حَاصِلَةٌ بِالْوَضْعِ
Wallahu A'lamu bisshowab..
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Komentar
Posting Komentar