Hukum nikah Mut'ah dan menikahi Ahulul kitab

Assalamualaikum wr wb
Diskripsi maslah:

Pernikahan merupakan salah satu ajaran syariat Islam. Dengan pernikahan akan terjadi kesinambungan kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pernikahan bukanlah hanya sebagai sarana penyaluran nafsu seksual semata, melainkan lebih bertujuan untuk menjalin kasih sayang, serta mewujudkan kedamaian dan ketentraman bagi yang melaksanakannya. Apabila kehidupan keluarga damai, terciptalah masyarakat yang aman dan tenteram.

Pernikahan dirasa sebagai momentum yang sakral dan istimewa, karena pada umumnya pernikahan hanya sekali seumur hidup. Hal ini menandakan bahwa pernikahan bersifat kekal tanpa mengenal batas waktu. Tak heran jika sebagian besar orang mengadakan syukuran yang megah untuk prosesi pernikahannya, bahkan rela mengeluarkan biaya yang cukup mahal untuk prosesi yang hanya berlangsung dalam hitungan jam. Melihat realitas tersebut, pernikahan dianggap hal yang sangat penting dan bersejarah dalam fase perkembangan hidup manusia.

Pertanyaan:

Gmna hukum nikah mut'ah dlam islam yg hnya d batasi oleh masa dan waktu tertentu.?

Apa yg maksud boleh menikahi seorang yg beda agama tp yg Ahlul kitab.?

Jwaban:

Nikah Mut‘ah adalah seorang laki-laki menikahi seorang wanita dengan memberikan sejumlah harta tertentu dalam waktu tertentu, pernikahan ini akan berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan tanpa talak serta tanpa kewajiban memberi nafkah atau tempat tinggal dan tanpa adanya saling mewarisi antara keduanya ketika meninggal sebelum berakhirnya masa nikah mut’ah itu, semisalnya saya mengawini kamu untuk masa dua minggu atau sebulan.

Pada awal perjalanan Islam, nikah mut’ah memang dihalalkan, sebagaimana yang tercantum dalam hadis pada kitab Shahih Bukhari:

حَدَّثَنَا عَلِيٌّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ عَمْرٌو عَنْ الْحَسَنِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ وَسَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ قَالَا كُنَّا فِي جَيْشٍ فَأَتَانَا رَسُولُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّهُ قَدْ أُذِنَ لَكُمْ أَنْ تَسْتَمْتِعُوا فَاسْتَمْتِعُوا.

“Dari Jabir bin Abdillah dan Salamah bin ‘Akwa berkata: Pernah kami dalam sebuah peperangan, lalu datang kepada kami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berkata: Telah diizinkan bagi kalian nikah mut’ah maka sekarang mut’ahlah”. (HR. Bukhari)

Namun hukum ini telah dimansukh (dihapus) dengan larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk nikah mut’ah, sebagaimana hadis yang terdapat dalam kitab Sunan At-Tirmidzi

حدثنا ابن أبي عمر حدثنا سفيان عن الزهري عن عبد الله و الحسن ابني محمد بن علي عن أبيهما عن علي بن أبي طالب : أن النبي صلى الله عليه و سلم نهى عن متعة النساء وعن لحوم الحمر الأهلية زمن خيبر.

“Dari Ali bin abi Thalib berkata: Sesungguhnya Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang nikah mut’ah dan memakan daging himar jinak pada perang khaibar dan juga di jelaskan dlam kitab Tukfatu Al-Ahwadzi bahwa Rasulullah memperbolehkan pada permulaan Islam, karena terdapat sebab, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud, (yaitu mereka dalam keadaan perang dan tidak membawa istri-istri mereka, sehingga kemudian Rasulullah memberikan keringanan pada mereka untuk menikahi wanita dengan mahar pakaian sampai batas waktu tertentu) dan mereka juga dalam keadaan bepergian yang berat seperti berperang.

Namun Rasulullah tidak menyampaikan bahwa hal ini diperbolehkan ketika para sahabat berada di rumah mereka, sehingga Rasulullah melarang mereka dan kemudian meperbolehkannya lagi dalam waktu yang berbeda-beda, dan sampai pada akhirnya Rasulullah mengharamkan nikah ini dalam haji wada sampai hari kiamat. Namun menurut pendapat yang rajih bahwa nikah mut’ah diharamkan saat fathu Makkah (penaklukan kota Makkah) tahun 8 hijriyyah.

Menurut mayoritas ulama bahwa nikah mu’tah ini termasuk nikah fasidah (nikah yang rusak/tidak sah). Oleh karena itu para ulama sepakat bahwa nikah Mut’ah ini haram dilakukan.

قال في العياب كان الرجل يشارط المرأة شرطا على شئ إلى أجل معلوم ويعطيها ذلك فيستحل بذلك فرجها ثم يخلى سبيلها من غير تزويج ولا طلاق، وقيل في قوله تعالى (فما استمتعتم به منهن فآتوهن أجورهن فريضة) المراد نكاح المتعة، والآية محكمة والجمهور على تحريم نكاح المتعة

Nikah mut’ah menurut ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah, khususnya mazhab empat, hukumnya haram dan tidak sah (batal).  

Keterangandari kitab:

1. 📙Al-Umm  Al-Syafi’i, al-Umm, (Beirut: Dar al-Fikr, 1990), Jilid V, h. 86.

وَكَذَا كُلُّ نِكَاحٍ إِلَى وَقْتٍ مَعْلُوْمٍ أَوْ مَجْهُوْلٍ فَالنِّكَاحُ مَفْسُوْخٌ لاَ مِيْرَاثَ بَيْنَ الزَّوْجَيْنِ وَلَيْسَ بَيْنَ الزَّوْجَيْنِ مِنْ أَحْكَامِ اْلأَزْوَاجِ طَلاَقٌ

Demikian halnya semua nikah yang ditentukan berlangsungnya sampai waktu yang diketahui ataupun yang tidak diketahui (temporer), maka nikah tersebut tidak sah, dan tidak ada hak waris ataupun thalaq antara kedua pasutri. 

فِيْ ذَلِكَ وَصِفَتُهُ أَنْ يَتَزَوَّجَ امْرَأَةً إِلَى مُدَّةٍ وَيَقُوْلُ زَوَّجْتُكِ إِلَى شَهْرٍ أَوْ سَنَةٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ وَهُوَ بَاطِلٌ مَنْسُوْخٌ بِإِجْمَاعِ الْعُلَمَاءِ قَدِيْمًا وَحَدِيْثًا

Para ulama bersepakat, bahwa nikah mut’ah itu tidak sah tanpa ada perselisihan pendapat antara mereka. Bentuknya adalah, seseorang mengawini perempuan untuk masa tertentu dengan berkata: “Aku mengawini kamu untuk masa satu bulan, satu tahun dan semisalnya.” Perkawinan ini tidak sah dan telah dihapus oleh ijma’ para ulama masa lalu dan sekarang. 

 📙Abu Abdillah al-Dimasyqi, Rahmah al-Ummah pada al-Mizan al-Kubra, (Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1965), Juz II, h. 39

وَأَجْمَعُوْا عَلَى أَنَّ نِكَاحَ الْمُتْعَةِ بَاطِلٌ لاَ خِلاَفَ بَيْنَهُمْ فِيْ ذَلِكَ وَصِفَتُهُ أَنْ يَتَزَوَّجَ امْرَأَةً إِلَى مُدَّةٍ وَيَقُوْلُ زَوَّجْتُكِ إِلَى شَهْرٍ أَوْ سَنَةٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ وَهُوَ بَاطِلٌ مَنْسُوْخٌ بِإِجْمَاعِ الْعُلَمَاءِ قَدِيْمًا وَحَدِيْثًا

Para ulama bersepakat, bahwa nikah mut’ah itu tidak sah tanpa ada perselisihan pendapat antara mereka. Bentuknya adalah, seseorang mengawini perempuan untuk masa tertentu dengan berkata: “Aku mengawini kamu untuk masa satu bulan, satu tahun dan semisalnya.” Perkawinan ini tidak sah dan telah dihapus oleh ijma’ para ulama masa lalu dan sekarang.  

Dalam menghukumi tentang nikah mut’ah terdapat perbedaan pendapat antara Madzhab Ahlus_Sunnah Wal Jamaah dengan Madzhab Syi’ah. Imam Nawawi sebagai duta dari golongan Sunni menuturkan siklus haram-halalnya nikah mut’ah. Pada masa pra perang Khaibar dan pada tahun yang sama nikah mut’ah diharamkan kembali. Sebaliknya, pada Fathu Makkah (perang Authas) nikah mut’ah sempat dilegalkan dan diabsahkan, tetapi setelah itu untuk selamanya tidak ada lagi pintu masuk untuk melakukan akad nikah seperti itu. Pendek kata, menurut mazhab Sunni, nikah mut’ah hukumnya haram. Sebagaimana dalam hadist :

عن عبد الملك بن الربيع بن سَبْرة الجُهني عن أبيه عن جده قال: أمرَنا رسولُ الله صلى الله عليه وسلم بالمتعة عام الفتح حين دخلنا مكة ثم لم نخرج منها حتى نهانا عنها

. عن الربيع بن سَبْرة الجُهني أنَّ أباه حدّثه أنه كان مع رسول اللهّ صلى الله عليه وسلم فقال: (( أيها الناس إني قد أذنت لكم في الاستمتاع من النساء، وإنَّ اللّه قد حرّم ذلك إلى يوم القيامة، فمن كان عنده منهن شيء فليُخَلِّ سبيلَه ولا تأخذوا ممّا آتيتموهن شيئَاً.

 

Adapun beberapa dalil dari kitab yang mu’tabarah dalam hal nikah mut’ah sebagai berikut:

وعن علي رضي الله عنه قال: "نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن المتعة عام خيبر" متفق عليه لفظه في البخاري "إن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن المتعة وعن الحمر الأهلية زمن خيبر"

. سبل السلام . الجز 3. صفحة 126.📙

 

(نهى عن المتعة) أي عن نكاح المتعة كما هو لفظ رواية أحمد وهو النكاح المؤقت بمدة معلومة أو مجهولة سمى به لأن الغرض منه مجرد التمتع دون النسل وغيره قال بعض الأئمة : هذا من غريب الشريعة فإنه تداوله النسخ مرتين أبيح ثم حرم ثم أبيح ثم حرم فإنه كان جائزا في صدر الدين ثم نسخ في خيبر أو عمرة القضاء أو الفتح أو أوطاس أو تبوك أو حجة الوداع والأصح عند جمع الفتح والنووي الصواب أن تحريمها وإباحتها وقعا مرتين فكانت مباحة قبل خيبر ثم حرمت فيها ثم أبيحت عام الفتح وهو عام أوطاس ثم حرمت مؤبدا قال عياض كابن المنذر وقد جاء عن الأوائل الرخصة ثم فيها وقع الإجماع على تحريمها إلا من لا يلتفت إليه من الروافض وأجمعوا على أنه متى وقع الآن أبطل ، هبه قبل الدخول أو بعده إلا أن زفر جعلها كالشروط الفاسدة ولا عبرة بقوله. 

فيض القدير.ج٦.ص٤١٦📙

ﻨﻜﺎﺡ ﺑﻤﺪﺓ ﻣﻌﻠﻮﻣﺔ ﺃﻭ ﻣﺠﻬﻮﻟﺔ ﻓﻴﻔﺴﺪ ﻟﺼﺤﺔ ﺍﻟﻨﻬﻲﻧﻜﺎﺡ ﺍﻟﻤﺘﻌﺔ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻤﺆﻗﺖ ﻭﻟﻮ ﺑﺄﻟﻒ ﺳﻨﺔ ﻭﻟﻴﺲ ﻣﻨﻪ ﻣﺎ ﻟﻮ ﻗﺎﻝ ﺯﻭﺟﺘﻜﻬﺎ ﻣﺪﺓ ﺣﻴﺎﺗﻚ ﺃﻭ ﺣﻴﺎﺗﻬﺎ ﻷﻧﻪ ﻣﻘﺘﻀﻰ ﺍﻟﻌﻘﺪ ﺑﻞ ﻳﺒﻘﻰ ﺃﺛﺮﻩ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻤﻮﺕ ﻭﻳﻠﺰﻣﻪ ﻓﻲ ﻧﻜﺎﺡ ﺍﻟﻤﺘﻌﺔ ﺍﻟﻤﻬﺮ ﻭﺍﻟﻨﺴﺐ ﻭﺍﻟﻌﺪﺓ ﻭﻳﺴﻘﻂ ﺍﻟﺤﺪ ﺇﻥ ﻋﻘﺪ ﺑﻮﻟﻲ ﻭﺷﺎﻫﺪﻳﻦ ﻓﺈﻥ ﻋﻘﺪ ﺑﻴﻨﻪ ﻭﺑﻴﻦ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻭﺟﺐ ﺍﻟﺤﻤﺪ ﺇﻥ ﻭﻃﻰﺀ ﻭﺣﻴﺚ ﻭﺟﺐ ﺍﻟﺤﺪ ﻟﻢ ﻳﺜﺒﺖ ﺍﻟﻤﻬﺮ ﻭﻻ ﻣﺎ ﺑﻌﺪﻩ . ( ﻭﺍﻟﺤﺎﺻﻞ ) ﺇﻥ ﻧﻜﺎﺡ ﺍﻟﻤﺘﻌﺔ ﻛﺎﻥ ﻣﺒﺎﺣﺎ ﺛﻢ ﻧﺴﺦ ﻳﻮﻡ ﺧﻴﺒﺮ ﺛﻢ ﺃﺑﻴﺢ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻔﺘﺢ ﺛﻢ ﻧﺴﺦ ﻓﻲ ﺃﻳﺎﻡ ﺍﻟﻔﺘﺢ ﻭﺍﺳﺘﻤﺮ ﺗﺤﺮﻳﻤﻪ ﺇﻟﻰ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ. 

ﺣﺎﺷﻴﺔ ﺇﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ. الجز 3. صفحة 122-121📙


Siapa yg maksud Ahulul kitab?

Ahli kitab Boleh dinikahi yaitu ahli kitab di jaman dahulu sebelum kitab taurat dan injil di rubah.

Pemeluk agama yahudi dan Nasrani setelah terjadinya perubahan, maka lelaki muslim tidak boleh menikahi wanita2 merdeka dan bersetubuh dengan budak2 mereka karena mereka telah masuk dalam agama yang bathil seperti hukumnya orang muslim yang murtad.

Ahli Kitab terbagi atas :

1. BANI ISRAEL

Adalah mereka yang keturunan Nabi Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim AS. setiap keturunannya yang masuk di Agama Nabi musa as masuk juga sebagiannya di agama nabi Isa As (kala itu), mereka ada dalam agama yang benar (diakui hak2 mereka dengan penarikan pajak sebagai jaminan keselamatanya dan hukum menikahi dan makan daging sembelihannya halal)

2. SELAIN BANI ISRAEL

Mereka terbagi atas :

A. Sekelompok orang yang yang masuk nasrani sebelum terjadinya perubahan kitab, seperti orang RUM, hukumnya seperti orang2 Bani israel.

B. Sekelompok orang yang masuk Nasrani setelah terjadinya perubahan, mereka tidak berada pada kebenaran dan tidak berpegang pada kitab yang akurat maka tidak diakui hak2 mereka dengan penarikan pajak sebagai jaminan keselamatanya dan hukum menikahi dan makan daging sembelihannya tidak boleh

C. Sekelompok orang yang diragukan apakah dia masuk nasrani setelah terjadi perubahan/belum seperti orang2 nasrani arab, bani wajj, fihr, dan tsa'lab maka sahabat umar ragu2 memutusinya, kemudian bermusyawarah dengan para shohabat diakui hak2 mereka dengan penarikan pajak sebagai jaminan keselamatanya tapi hukum menikahi dan makan daging sembelihannya tidak boleh. 

Referensi:

*الحاوى الكبير ج ٩ ص ٥٧٢📙


فَصْلٌ : فَإِذَا تَقَرَّرَ أَنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَهْلُ كِتَابٍ يَحِلُّ نِكَاحُ حَرَائِرِهِمْ فَهُمْ ضَرْبَانِ : بَنُو إِسْرَائِيلَ ، وَغَيْرُ بَنِي إِسْرَائِيلَ .


فَأَمَّا بَنُو إِسْرَائِيلَ : وَهُوَ يَعْقُوبُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ ، فَجَمِيعُ بَنِيهِ الَّذِينَ دَخَلُوا فِي دِينِ مُوسَى حِينَ دَعَاهُمْ ، دَخَلَ مِنْهُمْ فِي دِينِ عِيسَى مَنْ دَخَلَ مِنْهُمْ ، فَقَدْ كَانُوا عَلَى دِينِ حَقٍّ دَخَلُوا فِيهِ قَبْلَ تَبْدِيلِهِ ، فَيَجُوزُ إِقْرَارُهُمْ بِالْجِزْيَةِ ، وَأَكْلُ ذَبَائِحِهِمْ وَنِكَاحُ حَرَائِرِهِمْ .

وَأَمَّا غَيْرُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِمَّنْ دَخَلَ فِي الْيَهُودِيَّةِ مِنَ النَّصْرَانِيَّةِ مِنَ الْعَرَبِ وَالْعَجَمِ وَالتُّرْكِ ، فَهُمْ ثَلَاثَةُ أَصْنَافٍ : صِنْفٌ دَخَلُوا فِيهِ قَبْلَ التَّبْدِيلِ كَالرُّومِ حِينَ دَخَلُوا النَّصْرَانِيَّةَ ، فَهَؤُلَاءِ كَبَنِي إِسْرَائِيلَ فِي إِقْرَارِهِمْ بِالْجِزْيَةِ وَأَكْلِ ذَبَائِحِهِمْ وَنِكَاحِ حَرَائِرِهِمْ : لِأَنَّ النَّبِيَّ {صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ} كَتَبَ إِلَى قَيْصَرَ الرُّومِ كِتَابًا ، الجزء التاسع < 223 > قَالَ فِيهِ : قُلْ يَاأَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ [ آلِ عِمْرَانَ : 64 ] الْآيَةَ ، فَجَعَلَهُمْ أَهْلَ الْكِتَابِ : وَلِأَنَّ الْحُرْمَةَ لِلدِّينِ وَالْكِتَابِ لَا لِلنَّسَبِ : فَلِذَلِكَ مَا اسْتَوَى حُكْمُ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَغَيْرِهِمْ فِيهِ .


وَالصِّنْفُ الثَّانِي : أَنْ يَكُونُوا قَدْ دَخَلُوا فِيهِ بَعْدَ التَّبْدِيلِ ، فَهَؤُلَاءِ لَمْ يَكُونُوا عَلَى حَقٍّ ، وَلَا تَمَسَّكُوا بِكِتَابٍ صَحِيحٍ ، فَصَارُوا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ حُرْمَةٌ كَعَبَدَةِ


الْأَوْثَانِ فِي أَنْ لَا تُقْبَلَ لَهُمْ جِزْيَةٌ ، وَلَا يُؤْكَلُ لَهُمْ ذَبِيحَةٌ ، وَلَا تُنْكَحُ مِنْهُمُ امْرَأَةٌ .


وَالصِّنْفُ الثَّالِثُ : أَنْ يُشَكَّ فِيهِمْ هَلْ دَخَلُوا فِيهِ قَبْلَ التَّبْدِيلِ أَوْ بَعْدَهُ كَنَصَارَى الْعَرَبِ ، كَوَجٍّ وَفِهْرٍ وَتَغْلِبَ ، فَهَؤُلَاءِ شَكَّ فِيهِمْ عُمَرُ فَشَاوَرَ فِيهِمُ الصَّحَابَةَ ، فَاتَّفَقُوا عَلَى إِقْرَارِهِمْ بِالْجِزْيَةِ حَقْنًا لِدِمَائِهِمْ : وَأَنْ لَا تُؤْكَلَ ذَبَائِحُهُمْ وَلَا تُنْكَحَ نِسَاؤُهُمْ لِأَنَّ الدِّمَاءَ مَحْقُونَةٌ ، فَلَا تُبَاحُ بِالشَّكِّ وَالْفُرُوجَ مَحْظُورَةٌ فَلَا تُسْتَبَاحُ بِالشَّكِّ .

فَهَذَا حُكْمُ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى .

*المهذب ج ١ ص ٤٤📙

ومن دخل في دين اليهود والنصارى بعد التبديل لا يجوز للمسلم أن ينكح حرائرهم ولا أن يطأ إماءهم بملك اليمين لانهم دخلوا في دين باطل فهم كمن ارتد من المسلمين


Dalam konteks ini maka hal yang perlu ditegaskan adalah siapakah perempuan merdeka ahlul kitab yang boleh dinikah oleh seorang muslim? tentang hal ini Imam Syafii dalam Al-Umm juz V menjelaskan:

 أخبرنا عبد المجيد عن ابن جريج قال: عطاء ليس نصارى العرب بأهل كتاب انما أهل الكتاب بنوا اسرائيل والذين جأتهم التوراة والانجيل فامامن دخل فيهم من الناس فليسوا منهم  

 "Abdul Majid dari Juraid menerangkan kepada kami bahwa Atha’ pernah berkata bahwa orang-orang Nasrani dari orang Arab bukanlah tergolong ahlil kitab. Karena yang termasuk ahlil kitab adalah Bani Israi dan mereka yang kedatangan Taurat dan Injil, adapun mereka yang baru masuk ke agama tersebut, tidak dapat digolongkan sebagai Ahlil kitab."

 Dengan demikian, orang-orang Indonesia yang beragama lain sepert Kristen, Hindu, Budha, Kepercayaan, dan lain sebagainya tidak bisa digolongkan ke dalam ahlul kitab sebagaimana dimaksudkan dengan al-Qur’an. Apalagi jika ada perubahan dalam kitab-kitab mereka seperti yang diturunkan kepada Musa as dan Isa as. Hal ini berbeda dengan kasus para sahabat yang tercatat sejarah menikahi perempuan ahlul kitab, seperti Sayyidina Hudzaifah pernah menikahi perempuan Yahudi ahlil madain, dan Sayyidina Utsmanpun pernah menikah dengan Nailah bintul Farafisha, perempuan asal Nazaret di Palestina. Karena perempuan-perempuan tersebut memang benar-benar ahlil kitab yang dimaksudkan di al-Qur’an. 

Untuk itulah perlu ditekankan di sini pendapat ulama yang menyatakan tidak orisinalnya kitab injil dan taurat yang ada di zaman sekarang yang sekaligus menggugurkan perempuan-perempuannya sebagai ahlil kitab. Sebagaimana keterangan dalam Al-Jawahirul Kalamiyyah fi Idhahil Aqidatil Islamiyyah:

  اعتقد العلماء الأعلام أن التوراة الموجودة الان قد لحقها التحريف وممايدل على ذلك أنه ليس فيها ذكر الجنة والنار وحال البعث والحشر والجزاء مع أن ذلك أهم مايذكر فى كتب الإلهية وممايدل أيضا على كونها محرفة ذكر وفاة موسى عليه السلام فيها فى الباب الأخير منها والحال أنه هو الذى أنزلت عليه.


 "Para ulama terkemuka meyakini sesungguhnya Kitab Taurat yang ada sekarang telah terjadi perubahan-perubahan. Diantara perubahan itu adalah tidak adanya keterangan tentang surga, neraka, kebangkitan dari kubur, pengumpulan manusia dan pembalasan. Padahal masalah tersebut merupakan hal penting dalam kitab-kitab ketuhanan. Disamping itu perubahan dalam taurat juga terlihat dengan adanya kabar tentang wafatnya Nabi Musa as pada akhir bab. Padahal taurat sendiri diturunkan untuk Nabi Musa AS."

Demikianlah hujjah para ulama mengenai ketidak otentikan Taurat. Sebagaimana akan diterangkan pula tentang ketidak otentikan injil yang ada sekarang. Sehingga mereka yang memegang kedua kitab ini tidak dapat lagi digolongkan sebagai ahlul kitab. Sebagaimana kelanjutan keterangan di atas dalam Al-Jawahirul Kalamiyyah fi Idhahil Aqidatil Islamiyyah:

 إعتقد العلماء الأعلام أن الإنجيل المتداول الأن له أربع نسخ ألفها أربعة بعضهم لم ير المسيح عليه السلام أصلا وهم: متى ومرقص ولوقا ويوحنا, وإنجيل كل من هؤلاء متناقض للأخر فى كثير من المطالب. وقد كان للنصارى أناجيل كثيرة غير هذه الأربعة لكن بعد رفع سيدنا عيسى عليه السلام الى السماء بأكثر من مائتى سنة عولوا على إلغائها ماعدا هذه الأربعة تخلصا من كثرة التناقص وتملصا من وفرة التضاد والتعارض 


"Para ulama terkemuka meyakini bahwa Injil yang ada sekarang terdiri dari empat naskah hasil karangan empat orang yang sebagian mereka belum pernah melihat Nabi Isa sama sekali. Keempat orang tersebut adalah Matta, Markus, Lukas dan Johanus. (anehnya) Isi keempat naskah ini bertentangan antara satu dan lainnya. Sesungguhnya orang Nasrani memiliki banyak naskah Injil selain keempat ini, tetapi setelah hampir lebih dua ratus tahun diangkatnya Nabi Isa as. ke langit mereka memutuskan untuk menghapus semua naskah kitab yang ada kecuali empat tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan dari perbedaan da perselisihan yang timbul dari perbedaan isi itu."

Dari beberapa keterangan yang ada maka seorang muslim tidak bisa menikahi perempuan agama lain di negeri ini (kristen, katolik, hindu, budha, dll) karena mereka bukan tergolong perempuan ahlil kitab. Kecuali apabila perempuan itu terlebih dahulu menyatakan diri masuk ke dalam agama Islam dengan membaca dua syahadat. dengan hukum nikah mut’ah diatas maka berdasarkan konsensus ulama’ islam  ahlus sunnah wal jamaah dalam madzahibul arba’ah hukumnya haram. Karena tujuan nikah mut’ah tersebut tidak sesuai dengan maksud yang telah ditetapkan syariat sebagai berikut:

a). Nikah mut’ah selesai dengan masa yang telah ditentukan dengan kedua belah pihak. Padahal Islam menginginkan pernikahan supaya dibina selamanya.

b). Pernikahan tersebut bisa dilakukan tanpa memalui  wali atau juga saksi. Sedangkan Islam ada ketentuan yang harus dipenuhi.

c).Nikah mut’ah tidak membatasi sedikit banyaknya istri, bahkan bisa beristri sampai sembilan istri  atau lebih. Sedangkan islam hanya membatasi sampai empat istri dan masih banyak lagi alasan alasan yang bertentangan dengan syari’at.

NB:

 Perlu diketahui  bahwasanya  golongan yang membolehkan seorang laki laki menikahi wanita lebih dari empat atau dengan cara nikah mut’ah adalah Syi’ah, yang  mana bagi ummat islam wajib menjahui praktek pernikahan  tersebut. Untuk itu, jika seseorang terjerumus pada perkawinan tersebut ( mut'ah ) hendaknya segera membatalkannya karena praktek tersebut disamakan dengan perbuatan zina. Maka dari itu seseorang hendaklah menikah dengan cara yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-NYA.

Referensi:

(فصل) ولا يجوز نكاح المتعة وهو أن يقول: زوجتك ابنتى يوما أو شهرا لما روى محمد بن على رضى الله عنهما (أنه سمع أباه على بن أبى طالب كرم الله وجهه وقد لقى ابن عباس وبلغه أنه يرخص في متعة النساء، فقال له على كرم الله وجهه: إنك امرؤ تائه، إن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عنها يوم خيبر وعن لحوم الحمر الانسية) ولانه عقد يجوز مطلقا فلم يصح مؤقتا كالبيع ولانه نكاح لا يتعلق به الطلاق والظهار والارث وعدة الوفاة فكان باطلا كسائر الانكحة الباطلة. 

 مجموع شرح مهذب. الجز 16. صفحة 249📙


(قوله: وكنكاح متعة) معطوف على كنكاح بلا ولي، فهو مثال لما إذا زنى مع تحليل عالم ونكاح المرأة إلى مدة وهو باطل، لكن لو نكح به شخص لم يحد لشبهة ابن عباس رضي الله عنهما. واعلم: أن نكاح المتعة كان مباحا ثم نسخ يوم خيبر ثم أبيح يوم الفتح ثم نسخ في أيام الفتح واستمر تحريمه إلى يوم القيامة وكان فيه خلاف في الصدر الاول ثم ارتفع وأجمعوا على تحريمه. قال بعض الصحابة رضي الله عنهم: رأيت رسول الله (ص) قائما بين الركن والباب وهو يقول: أيها الناس إني كنت أذنت لكم في الاستمتاع، ألا وإن الله حرمها إلى يوم القيامة، فمن كان عنده منهن شئ فليخل سبيلها، ولا تأخذوا مما آتيتموهن شيئا وعن إمامنا الشافعي رضي الله عنه لا أعلم شيئا حرم ثم أبيح ثم حرم إلا المتعة.  

إعانة الطالبين. الجز 4. صفحة 164.📙                   

فلا يصحّ توقيت النكاح بمدة معلومة : كشهر ، أو سنة ، أو مجهولة : كقدوم غائب ، فلو قال وليّ الزوجة : زوّجتك ابنتي شهراً ، أو سنة ، أو إلى قدوم فلان ، فقال الزوج : قبلت زواجها ، لم ينعقد الزواج في هذه الصور ، لأن هذا من نكاح المتعة المحرّمة .

 فقه المنهجي. الجز 4. صفحة 40.📙

( ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﻴﻌﺔ ﺍﻹﻣﺎﻣﻴﺔ )1 ( : ﻳﺠﻮﺯ ﺯﻭﺍﺝ ﺍﻟﻤﺘﻌﺔ ﺃﻭ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺍﻟﻤﻨﻘﻄﻊ ﺑﺎﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﺔ ﺃﻭ ﺍﻟﻜﺘﺎﺑﻴﺔ، ﻭﻳﻜﺮﻩ ﺑﺎﻟﺰﺍﻧﻴﺔ، ﺑﺸﺮﻁ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻤﻬﺮ، ﻭﺗﺤﺪﻳﺪ ﺍﻷﺟﻞ ﺃﻱ ﺍﻟﻤﺪﺓ، ﻭﻳﻨﻌﻘﺪ ﺑﺄﺣﺪ ﺍﻷﻟﻔﺎﻅ ﺍﻟﺜﻼﺛﺔ: ﻭﻫﻲ ﺯﻭﺟﺘﻚ، ﻭﺃﻧﻜﺤﺘﻚ، ﻭﻣﺘﻌﺘﻚ. ﻭﻻ ﻳﺸﺘﺮﻁ ﺍﻟﺸﻬﻮﺩ ﻭﻻ ﺍﻟﻮﻟﻲ ﻟﻬﺬﺍ ﺍﻟﻌﻘﺪ. ﻭﺃﺣﻜﺎﻣﻪ ﻫﻲ:- 1 ﺍﻹﺧﻼﻝ ﺑﺬﻛﺮ ﺍﻟﻤﻬﺮ ﻣﻊ ﺫﻛﺮ ﺍﻷﺟﻞ ﻳﺒﻄﻞ ﺍﻟﻌﻘﺪ، ﻭﺫﻛﺮ ﺍﻟﻤﻬﺮ ﻣﻦ ﺩﻭﻥ ﺍﻷﺟﻞ ﻳﻘﻠﺒﻪ ﺩﺍﺋﻤﺎً. - 2 ﻻ ﺣﻜﻢ ﻟﻠﺸﺮﻭﻁ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﻌﻘﺪ، ﻭﻳﻠﺰﻡ ﻟﻮ ﺫﻛﺮﺕ ﻓﻴﻪ. - 3 ﻳﺠﻮﺯ ﺍﺷﺘﺮﺍﻁ ﺇﺗﻴﺎﻧﻬﺎ ﻟﻴﻼً ﺃﻭ ﻧﻬﺎﺭﺍً ﻭﺃﻻ ﻳﻄﺄﻫﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﺮﺝ، ﻭﺍﻟﻌﺰﻝ ﻣﻦ ﺩﻭﻥ ﺇﺫﻧﻬﺎ، ﻭﻳﻠﺤﻖ ﺍﻟﻮﻟﺪ ﺑﺎﻷﺏ ﻭﺇﻥ ﻋﺰﻝ، ﻟﻜﻦ ﻟﻮ ﻧﻔﺎﻩ ﻟﻢ ﻳﺤﺘﺞ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻌﺎﻥ. - 4 ﻻ ﻳﻘﻊ ﺑﺎﻟﻤﺘﻌﺔ ﻃﻼﻕ ﺑﺈﺟﻤﺎﻉ ﺍﻟﺸﻴﻌﺔ، ﻭﻻ ﻟﻌﺎﻥ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﻇﻬﺮ، ﻭﻳﻘﻊ ﺍﻟﻈﻬﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﺗﺮﺩﺩ. - 5 ﻻ ﻳﺜﺒﺖ ﺑﺎﻟﻤﺘﻌﺔ ﻣﻴﺮﺍﺙ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺰﻭﺟﻴﻦ، ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻮﻟﺪ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺮﺛﻬﻤﺎ ﻭﻳﺮﺛﺎﻧﻪ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺧﻼﻑ 

ﺍﻟﻔﻘﻪ ﺍﻹﺳﻼﻣﻲ ﻭﺃﺩﻟﺘﻪ الجز  9 صفحة 📙

Wallahu A'lamu bisshowab.


Penanggung jawab: @ummi/ امي دندازهيرة
Perumus dan mujawwib:   @Ust khosiyanto spdi @ust Aby Abd Hady @Ustadz M . Hasyiem Ritonga spd  @Ustad عاشق العلماء,  @ustd Ishadi dan Tim Admin yg lainnya.


 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Menolak Perjodohan Dari Orang Tua

Hukum Baju Yang Transparan Bagi Perempuan

HUKUM SHOLAT LIHURMATIL WAKTI/لفاقد الطهورين