HUKUM SUAMI ISTRI BERCERAI TAPI TETAP SATU RUMAH

Assalamu'alikum wr wb. 
Diskripsi maslah:
Afwan, ukhy blh nanya misalkan suaminya udah talak istrinya udah 2kali atau 3 kl itu gimn ya. Tp istrinya masih satu rumh sama Suaminya itu gimn.?

JAWABAN :

Wa’alaikum salam wa rahmatullah wa barakatuh.
الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ

“Bolehkah istri yang telah dicerai tinggal satu rumah dengan (mantan) suami?”

Di dalam sebuah literatur Fiqh kontemporer (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah) dijelaskan bahwa ilmuan dari kalangan madzhab Maliki dan Syafi’i menyatakan bahwa sesungguhnya tidak diperbolehkan bagi laki-laki tinggal (satu rumah) bersama istri yang sedang menjalani masa iddah, mereka tidak membedakan antara istri yang dicerai raja’i dan ba’in kecuali rumah tersebut adalah milik mereka berdua dan diantara mereka terdapat orang yang haram dinikahi (mahram). Ilmuan dari kalangan madzhab Syafi’i mensyaratkan ia (mahram) harus tamyiz serta dapat melihat, baik laik-laki maupun perempuan. Namun jika yang bersama mereka adalah mahram bagi suami, maka disyaratkan ia harus perempuan dan tidak sah jika ia laki-laki.

Prof. DR. Wahbah al Zuhaili di dalam kitabnya (al-Fiqhu al-Islam Wa Adillatuhu) juga menjelaskan bahwa wanita yang berada di dalam talak bain atau tiga, maka wajib ada penutup yang menghalangi antara laki-laki (suami) dan istri yang dicerai. Jika rumah yang ditempati luas, maka istri harus menyendiri dalam sebuah kamar. Dan tidak boleh bagi suami yang telah menceraikannya melihatnya, juga tidak boleh tinggal sekamar dengannya. Namun jika rumah yang ditempati sempit yang hanya memiliki satu kamar, maka suami harus keluar dari rumah tersebut, sedang istri yang telah dicerai tetap tinggal hingga selesai masa iddah, karena menetapnya istri didalam rumah yang mereka huni yang mana istri tersebut diceraikan disitu adalah wajib menurut syara', dan agar tidak terjadi khalwat dengan orang lain (suami yang telah menceraikan).

Dari pemaparan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa istri yang telah dicerai tidak boleh tinggal satu rumah dengan (mantan) suami kecuali ada pengahalang yang memisahkan mereka.

“Bolehkan ia berhias dan keluar rumah?”

Imam Abu Abdillah; Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar bin Farah al-Anshari al-Qurthubi di dalam kitabnya (Tafsir al-Qurthubi) menjelaskan bahwa tidak diperbolehkan bagi suami mengeluarkannya (istri yang telah diceraikan) dari rumah tempat tinggal mereka selama dalam masa iddah, dan ia (istri) juga tidak boleh keluar dikarenakan ada hak suami kecuali dalam kondisi darurat yang nyata. Jika ia keluar, maka ia berdosa dan masa iddah tidak terputus.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa ia (istri yang telah dicerai) tidak boleh keluar rumah sebelum selesai masa iddah kecuali dalam kondisi darurat.

“Berapakah bulankah iddahnya?”

Imam Muhyi al-Sanah; Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud bin Muhammad bin al-Farra’ al-Baghawi al-Syafi’i di dalam kitabnya (al-Tadzhib Fi Fiqh al-Imam al-Syafi’i) menjelaskan bahwa iddah adalah nama untuk sebuah masa penantian kosongnya rahim perempuan, sesekali iddah dengan melahirkan, sesekali dengan beberapa bulan, sesekali dengan beberapa sucian. Jika perempuan tersebut sedang hamil, maka iddahnya (hingga) dengan melahirkan, baik perceraian tersebut dengan meninggal dunia (suami) atau pada saat hidup (menjatuhkan talak), hal ini mengacu pada firman Allah “Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya” (QS. al-Talaq: 4). Jika ia tidak sedang hamil, maka dilihat, jika perpisahan disebabkan meninggalnya suami, maka ia wajib melaksanakan iddah selama 4 bulan 10 hari, baik telah terjadi hubungan intim atau tidak. Dan jika perpisahan terjadi pada saat masih hidup, maka dilihat, jika belum terjadi hubungan intim, maka tidak ada iddah baginya, namun jika telah terjadi hubungan intim, maka dilihat, jika ia tidak pernah mengalami haidl atau telah sampai pada usia menopause, maka iddahnya 3 bulan. Dan jika ia adalah wanita yang masih mengalami haidl, maka iddahnya adalah 3 sucian.

Dari pemaparan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa iddah istri yang dicerai adalah diperinci sebagai berikut:

√ Jika ia sedang hamil, maka iddahnya hingga melahirkan.
√ Jika tidak sedang hamil dan belum terjadi hubungan intim, maka tidak ada iddah baginya. Dan jika telah terjadi hubungan intim, maka diperinci sebagai berikut:
√ Jika ia adalah wanita yang telah sampai pada usia menopause, maka iddahnya 3 bulan.
√ Jika ia adalah wanita yang masih mengalami haidh maka iddahnya 3 sucian. Wallahu a’lam bis shawab.

السُّكْنَى مَعَ الْمُعْتَدَّةِ  - يَرَى الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ لِلرَّجُل الْمُطَلِّقِ مُسَاكَنَةُ الْمُعْتَدَّةِ ، وَلَمْ يُفَرِّقُوا فِي ذَلِكَ بَيْنَ الرَّجْعِيَّةِ وَالْبَائِنِ ، إِلاَّ إِذَا كَانَتِ الدَّارُ لَهُمَا وَمَعَهُمَا مَحْرَمٌ ، يُشْتَرَطُ فِيهِ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ أَنْ يَكُونَ مُمَيِّزًا بَصِيرًا ، ذَكَرًا كَانَ أَوْ أُنْثَى . فَإِنْ كَانَ الَّذِي مَعَهُمَا مَحْرَمًا لَهُ ، فَيُشْتَرَطُ كَوْنُهُ أُنْثَى ، وَلاَ يَصِحُّ أَنْ يَكُونَ مَعَهُمَا مَحْرَمٌ لَهُ إِنْ كَانَ ذَكَر1) . 

الموسوعة الفقهية الكويتية - (ج 25 / ص  117📙

أما في الطلاق البائن أو الثلاث: فلا بد من ساتر حاجز بين الرجل والمطلقة، فإن كان المسكن متسعاً استقلت المرأة بحجرة فيه، ولا يجوز للمطلق أن ينظر إليها ولا أن يقيم معها في تلك الحجرة. وإن كان المسكن ضيقاً ليس فيه إلا حجرة واحدة، وجب على الرجل المطلِّق أن يخرج من المسكن، وتبقى المطلقة فيه حتى تنقضي العدة؛ لأن بقاء المرأة في منزل الزوجية الذي كانت تسكن فيه وقت الطلاق واجب شرعاً، ولئلا تقع الخلوة بالأجنبية.. الفقه الإسلامي وأدلته - (ج 9 / ص 621)

أي ليس للزوج أن يخرجها من مسكن النكاح ما دامت في العدة، ولايجوز لها الخروج أيضا لحق الزوج إلا لضرورة ظاهرة، فإن خرجت أثمت ولا تنقطع العدة
                         تفسير القرطبي (18/  154📙

كِتَابُ [العِدَدِ] العدة: اسم لمدة تربص المرأة لاستبراء رحمها، وهي تارة تكون بوضع الحمل، وتارة بالأشهر، وتارة بالأقراء: فإن كانت المرأة حاملاً-: فعدتها بوضع الحمل، سواء وقعت الفرقة بالموت، أو في الحياة، لقوله عز وجل: {وَأُوْلاتُ الأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ} [الطلاق: 4]. وإن كانت حائلاً- نظر: إن وقعت الفرقة بموت الزوج-: فيجب عليها أن تعتد بأربعة أشهر وعشر، سواء كان قبل الدخول أو بعده. وإن وقعت الفرقة في الحياة- نظر: إن كان قبل الدخول-: فلا عدة عليها، وإن كان بعد الدخول- نظر: إن كانت المرأة ممن لم تحض قط، أو بلغت سن الآيسات-: فعدتها ثلاثة أشهر. وإن كانت ممن تحيض-: فعدتها ثلاثة أقراء. 

التهذيب في فقه الإمام الشافعي (6/   233📙

Dasar pengambilan refrensi:


1. Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah. XXV/ 117

2. Al-Fiqhu al-Islam Wa Adillatuhu. IX/ 621

3. Tafsir al-Qurthubi. II/ 245

4. Al-Tadzhib Fi Fiqh al-Imam al-Syafi’i. VI/ 233.

Wallahu A'lamu bisshowab.

Penanggung jawab: @ummi/ امي دندازهيرة
Perumus dan mujawwib:   @Ustadz M . Hasyiem Ritonga spd  @Ustad عاشق العلماء,  @ustd Ishadi dan Tim Admin yg lainnya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Menolak Perjodohan Dari Orang Tua

Hukum Baju Yang Transparan Bagi Perempuan

HUKUM SHOLAT LIHURMATIL WAKTI/لفاقد الطهورين