Hukum merenggangkan shof dalam sholat berjamaah

Assalamualaikum wr.wb.

Diskripsi masalah:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penularan virus corona (Covid-19) yang begitu cepat mendorong diperlukannya langkah pencegahan dan antisipasi agar virus ini tidak semakin menyebar luas menginfeksi masyarakat. Langkah pencegahan ini juga turut mempengaruhi cara shalat berjamaah.

Di Masjid Salman Institut Teknologi Bandung (ITB), misalnya, shalat wajib berjamaah dilakukan dengan menerapkan konsep social distancing atau berjarak satu meter antarshaf. Jamaah juga memberi jarak yang cukup dengan jamaah di sampingnya.

Hal serupa dilakukan Muslim di Sudan. Sesuai imbauan di negara itu, jarak shaf antarjamaah harus berjauhan dengan jarak minimal 1,5 meter.

Pertanyaan:

bagaimana hukum Sholat berjamaah dengan shaf berjarak ini? Apakah itu tetap sah dalam kaidah fikih?

Jawaban:

Pada dasarnya Merapatkan shaff itu hukumnya sunnah. Jika shaff renggang maka shalatnya Sah tapi makruh. Namun dalam situasi mewabahnya virus corona seperti saat ini, jika memang benar² diperlukan pencegahan virus dengan cara menjaga jarak dan menghindari pembauran dengan orang lain, maka hal ini sudah masuk kategori hajat atau bahkan dharurat yang membolehkan perenggangan shaff dalam shalat berjamaah yang tidak berhukum makruh lgi.

📚[Mughnil Muhtaj, Juz 1, Hal. 493]:

ويسن سد فرج الصفوف، وأن لا يشرع في صف حتى يتم الأول، وأن يفسح لمن يريده، وهذا كله مستحب لا شرط فلو خالفوا صحت صلاتهم مع الكراهة

Qaedah fiqih:

لا حرام في ضرورة ولا كراهة في حاجة

➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Menurut Imam Muhammad Romli : Shaf yang terputus (renggang) tetap mendapatkan fadhilah berjamaah tapi tidak dengan fadhilah shafnya


نهاية الزين ص ١٢١📙

(ﻭ) ﺣﻴﻨﺌﺬ ﻛﺮﻩ (ﺷﺮﻭﻉ ﻓﻲ ﺻﻒ ﻗﺒﻞ ﺇﺗﻤﺎﻡ ﻣﺎ ﻗﺒﻠﻪ) ﻭﻓﻲ ﻓﺘﺎﻭﻯ ﻣﺤﻤﺪ اﻟﺮﻣﻠﻲ ﺃﻥ اﻟﺼﻔﻮﻑ اﻟﻤﻘﻄﻌﺔ ﺗﺤﺼﻞ ﻟﻬﻢ ﻓﻀﻴﻠﺔ اﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﺩﻭﻥ ﻓﻀﻴﻠﺔ اﻟﺼﻒ ﻭاﻟﻤﻌﺘﻤﺪ اﻷﻭﻝ ﻧﻌﻢ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﺗﺄﺧﺮﻫﻢ ﻋﻦ ﺳﺪ اﻟﻔﺮﺟﺔ ﻟﻌﺬﺭ ﻛﻮﻗﺖ اﻟﺤﺮ ﺑﺎﻟﻤﺴﺠﺪ اﻟﺤﺮاﻡ ﻟﻢ ﻳﻜﺮﻩ ﻟﻌﺪﻡ اﻟﺘﻘﺼﻴﺮ ﻓﻼ ﺗﻔﻮﺗﻬﻢ اﻟﻔﻀﻴﻠﺔ

➖➖➖➖➖➖➖➖➖

IMAM ROMLI yang di juluki dengan syafii' kecil pernah di tanya maslah shaf yang tidak teratur. Kesimpulan dari jawaban beliau adalah :

Shaf yang tidak teratur tetap dapat fadhilah jamaahnya ,hanya saja tidak memdapatkan fadhilah shafnya. 

Referensi :

حاشية الجمل على شرح المنهج ج ٢ ص ٣٣٨-٣٣٩📙

وسئل الشهاب الرملي عما افتى به بعض اهل العصرانه اذا وقف صف قبل اتمام ما امامه لم تحصل له فضيلة الجماعة هل هو معتمد 

_________________________

اولا فاجاب بانه لا تفوته فضيلة الجماعة بوقوف المذكور وفي ابن عبدالحق ما يوافقه وعبارته ليس منه كما قد يتوهم صلاة صف لم يتم ما قبله من الصفوف فلا تفوت بذالك فضيلة الجماعة وان فاتت فضيلة الصف 

وعليه فيكون هذا مستثنى من قولهم مخالفة السنن المطلوبة في الصلاة من حيث الجماعة مكروهة مفوتة للفضيلة

حاشية تخفة المختاج ج ٣ ص١٠٤-١٠٥📙

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

 وعن أنس رضي اللّه عنه أن رسول اللّه قال: رصوا صفوفكم) أي حتى لا يبقى فيها فرجة ولا خلل (وقاربوا بينها) بأن يكون ما بين كل صفين ثلاثة أذرع تقريباً، فإن بعد صف عما قبله أكثر من ذلك كره لهم وفاتهم فضيلة الجماعة حيث لا عذر من حر أو برد شديد 

Artinya, “(Dari sahabat Anas RA, Rasulullah bersabda, ‘Susunlah shaf kalian’) sehingga tidak ada celah dan longgar (dekatkanlah antara keduanya) antara dua shaf kurang lebih berjarak tiga hasta. Jika sebuah shaf berjarak lebih jauh dari itu dari shaf sebelumnya, maka hal itu dimakruh dan luput keutamaan berjamaah sekira tidak ada uzur cuaca panas atau sangat dingin misalnya,” 

📙Ibnu Alan As-Shiddiqi, Dalilul Falihin, juz VI, halaman 424).   

Pada dasarnya posisi makmum yang berdiri terpisah dalam shalat berjamaah (termasuk Jumat yang wajib dilakukan berjamaah) termasuk makruh. Makmum harus membentuk barisan shaf atau ikut ke dalam shaf yang sudah ada.

 وَيُكْرَهُ وُقُوفُ الْمَأْمُومِ فَرْدًا، بَلْ يَدْخُلُ الصَّفَّ إنْ وَجَدَ سَعَةً

 Artinya, “Posisi berdiri makmum yang terpisah dimakruh, tetapi ia masuk ke dalam shaf jika menemukan ruang kosong yang memadai,” (Imam An-Nawawi, Minhajut Thalibin). Syihabuddin Al-Qalyubi menjelaskan kata “fardan” atau terpisah sendiri di mana kanan dan kiri makmum terdapat jarak yang kosong sekira dapat diisi oleh satu orang atau lebih.

 Pandangan ini sejalan dengan tuntutan untuk social distancing atau jaga jarak aman penularan Covid-19. 

قوله (فردا) بأن يكون في كل من جانبيه فرجة تسع واقفا فأكثر 

Artinya, “Maksud kata

 (terpisah sendiri) adalah di mana setiap sisi kanan dan kirinya terdapat celah yang memungkinkan satu orang atau lebih berdiri,” 

📙Syihabuddin Al-Qalyubi, Hasyiyah Qaliyubi wa Umairah, Kairo, Al-Masyhad Al-Husaini: tanpa tahun], juz I, halaman 239).  

Namun, ketika ada sekadar uzur atau bahkan situasi darurat yang sangat mendesak seperti darurat penyebaran Covid-19, makmum boleh menjaga jarak satu sama lain sebagaimana keterangan Ibnu Hajar berikut ini:

 نَعَمْ إنْ كَانَ تَأَخُّرُهُمْ لِعُذْرٍ كَوَقْتِ الْحَرِّ بِالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ فَلَا كَرَاهَةَ وَلَا تَقْصِيرَ كَمَا هُوَ ظَاهِر

 Artinya “Tetapi jika mereka tertinggal (terpisah) dari shaf karena uzur seperti saat cuaca panas di masjidil haram, maka tidak (dianggap) makruh dan lalai sebagaimana zahir,” 

📙Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj bi Syarhil Minhaj, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2011], halaman 296). 

Jarak aman (social distancing) antarjamaah dan antarashaf minimal 1 meter dalam situasi uzur atau bahkan darurat tidak membatalkan shalat berjamaah dan Shalat Jumat. Hal ini disampaikan oleh Imam An-Nawawi dalam karyanya yang lain, Raudhatut Thalibin.

 إذا دخل رجل والجماعة في الصلاة كره أن يقف منفردا بل إن وجد فرجة أو سعة في الصف دخلها… ولو وقف منفردا صحت صلاته

 Artinya, “Jika seorang masuk sementara jamaah sedang shalat, maka ia makruh untuk berdiri sendiri. Tetapi jika ia menemukan celah atau tempat yang luas pada shaf tersebut, hendaknya ia mengisi celah tersebut… tetapi jika ia berdiri sendiri, maka shalatnya tetap sah,” (Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz I, halaman 356).

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

 Jika cukup kuat alasan dengan mengatur jarak sekian cm dari posisi sewajarnya akan terhindar dari tertularnya wabah penyakit, tentu dibolehkan. Kaidahnya :

 مَا اُبِيــــــْحُ لِلضَّرُوْرَةِ يُقَــــدَّرُ بِقَدَرِهَا 

Suatu perkara  dibolehkan karena adanya kemudharatan yang diukur menurut kadar kemudharatan.

Manakala keadaannya sudah normal, maka hukum akan kembali menurut statusnya. oleh sebab itu wajar syara' memeberi batas didalam mempergunakan kemudahan karena darurat itu, menurut ukuran daruratnya semata-mata untuk melepaskan diri dari bahaya.

Wallahu A'lamu bisshowab.

________________________________

Penanggung jawab: @ummi/ امي دندازهيرة

Perumus dan mujawwib:   @Ust khosiyanto spdi @ust Aby Abd Hady @Ustadz M . Hasyiem Ritonga spd  @Ustad عاشق العلماء,  @ustd Ishadi 
@Ustadzah Al Maidatul Mutiara Annisa
dan Tim Admin yg lainnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Menolak Perjodohan Dari Orang Tua

Hukum Baju Yang Transparan Bagi Perempuan

HUKUM SHOLAT LIHURMATIL WAKTI/لفاقد الطهورين