Hukum berdebat Atw mujadalah dalam islam
Assalamualaikum wr wb.
Diskripsi maslah :
Dalam Kitab Taklimul Muta'allim Hal 13 Karangan Syeh Azzurnuji Disitu Tercantum:
Belajarlah Ilmu Yang Bermanfaat Yaitu Ilmu Tauhid, Fiqih dan Tasawof dan Indikator Ilmu Bermanfaat Adalah Dengan Bertambah Ilmu bertambah Takut Kepada Allah Swt.
Jangan Belajar Ilmu Jadal ( Ilmu Tehnik Berdebat ) karena Berdebat Menyia2kan umur bahkan Terjadi Permusuhan dan Perpecahan Sesama Islam.
Pertanyaan :
Nah Apakah Tanyangan2 Di Media Elektronik, Cetak dan Medsos Yang Dipertonton Perdebatan Para Tokoh atau Para Yang Telanjur ditokohkan masuk Dalam Kategori Jadal Yang Dilarang Islam ?
Mohon penjelasannya Guru kami yg ada digrub tanya jawab fiqih dan aqidah
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Jawaban :
Boleh berdebat bila bertujuan mencari kebenaran dan tidak menimbulkan permusuhan atau saling menjatuhkan.
📙 Al Mausuah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah :
جَدَلٌ - التَّعْرِيفُ: ١ - الْجَدَل لُغَةً: مُقَابَلَةُ الْحُجَّةِ بِالْحُجَّةِ، وَالْمُجَادَلَةُ: الْمُنَاظَرَةُ وَالْمُخَاصَمَة
Debat atau jadal adalah membandingkan satu dalil pada dalil yang lain. Mujadalah adalah perang fikiran dan permusuhan.
الْجَدَل قِسْمَانِ: مَمْدُوحٌ وَمَذْمُومٌ.
Debat terbagi dua : Terpuji dan tercela
أ - الْجَدَل الْمَمْدُوحُ: ٥ - يَكُونُ الْجَدَل مَمْدُوحًا شَرْعًا إِذَا قُصِدَ بِهِ تَأْيِيدُ الْحَقِّ، أَوْ إِبْطَال الْبَاطِل، أَوْ أَفْضَى إِلَى ذَلِكَ بِطَرِيقٍ صَحِيحٍ.
Debat yang terpuji adalah jika bertujuan menguatkan kebenaran atau menyalahkan perkara yang batil dangan cara yang benar.
ب - الْجَدَل الْمَذْمُومُ: ٦ - الْجَدَل الْمَذْمُومُ هُوَ كُل جَدَلٍ بِالْبَاطِل، أَوْ يَسْتَهْدِفُ الْبَاطِل، أَوْ يُفْضِي إِلَيْهِ، أَوْ كَانَ الْقَصْدُ مِنْهُ التَّعَالِيَ عَلَى الْخَصْمِ وَالْغَلَبَةِ عَلَيْهِ، فَهَذَا مَمْنُوعٌ شَرْعًا، وَيَتَأَكَّدُ تَحْرِيمُهُ إِذَا قَلَبَ الْبَاطِل حَقًّا، أَوِ الْحَقَّ بَاطِلاً.
Debat tercela adalah setiap berdebatan dalam hal kebatilan atau bertujuan agar menang dari lawan debat. Keharaman debat jadi kuat jika bertujuan memutar balikkan kebenaran atau kebatilan.
وَقَدْ يَكُونُ الْجَدَل مَكْرُوهًا إِذَا كَانَ الْقَصْدُ مِنْهُ مُجَرَّدَ الظُّهُورِ وَالْغَلَبَةِ فِي الْخُصُومَةِ.
Jika debat hanya bertujuan agar dipuji dan menjadi terkenal dan mengalahkan lawan debat maka hukumnya makruh.
📙Faidhul Qodir :
)لا تجادلوا في القرآن فإن جدالا فيه كفر( قال الحليمي : هو أن يسمع قراءة آية أو كلمة لم تكن عنده فيعجل عليه ويخطئه وينسب ما يقرؤه إلى أنه غير قرآن أو يجادله في تأويل ما يذهب إليه ولم يكن عنده ويضلله والجدال ربما أزاغه عن الحق وإن ظهر له وجهه فلذلك حرم وسمي كفرا لأنه يشرفبصاحبه على الكفر وقال ابن الأثير : الجدل مقابلة الحجة بالحجة والمجادلةالمناظرة والمخاصمة والمراد هنا الجدل على الباطل وطلب المغالبة لإظهار الحق فإنه محمود لآية * )وجادلهم بالتي هي أحسن( * )الطيالسي( أبو داود )هب عن ابن عمرو( بن العاص رمز المصنف لصحته وكاد يكون خطأففيه فليح بن سليمان أورده الذهبي في الضعفاء والمتروكين
📙Al Fatawi al Haditsiyah, halaman 104-105 :*
واعلم أن الجدال قد يكون بحق وقد يكون بباطل قال تعالى ولا تجادلوا أهل الكتاب إلا بالتي هي أحسن وجادلهم بالتي هي أحسن فإن كان الجدال للوقوف على الحق حمد أو في مدافعة حق أو بغير حق ذم وعلى هذا التفصيل تتنزل النصوص الواردة في مدحه وذمه ولا ينافي ما ذكر في الخصومة اضطرار الا نسان إليها لاستيفاء حقه لان الذم المتأكد إنما هو لمن خاصمبالباطل أو بغير علم كوكيل القاضي فإنه يتوكل في الخصومة قبلأن يعرف أن الحق في أي جانب هو فيخصم بغير علم فيدخل في الذم أيضامن يطلب حقه لكنه لا يقتصر على قدر الحاجة بل يظهر ذلك اللإيذاء أو التسليط على خصمه وكذلك من خلط في الخصومة كلمات تؤذي وليس له إليها حاجة في تحصيل حقه وكذلك من يحمله على خصومة محض العناد لقهر الخصم وكسره فهذا هو المذموم.
📙Talimul Mutaalim halaman 30 :
ولابد لطالب العلم من المذاكرة والمناظرة أى المباحثة والمطارحة من طرح أحدهما كلام الآخر فينبغى أن يكون كل منهما بالانصاف والتأنى والتأمل لأن أضداد هذه الأشياء مذمومة ومستهانة ويستحرز عن الشغل فإن المناظرة والمذاكرة مشاورة والمشاورة إنما تكون لاستخراج الصواب وذلك أى استخراج الصواب إنما يحصل بالتأمل والانصاف ولا يحصل ذلكبالغضب والشغب فإن كانت نيته من المباحثة إلزام الخصم وقهره لا يحل ذلك وإنما يحل ذلك لإظهار الحق أى الصواب والتموية أى التلبس والحيلة لا تجوز فيها أى فى المناظرة إلا إذا كان الخصم متعنتا أى طالبا لزلة صاحبه لا طالبا للحق فحينئذ يجوز
📙Al thoriqotu al Mahmudiyah halaman 138 :
هو أى جدال ما يتعلّق بإظهار المذاهب وتقريرها فإن قصد به تحجيل الخصم وإظهار فضله فحرام بل كفر عند بعض وإن قصد إظهار الحق وهو نادر فجائز بل مندوب اليه.
📙Tafsir Al.rozi juz: 2 hal: 326
وقوله: وجادلهم بالتي هي أحسن ليس المراد منه المجادلة في فروع الشرع لأن من أنكر نبوته فلا فائدة في الخوض معه في تفاريع الشرع، ومن أثبت نبوته فإنه لا يخالفه، فعلمنا أن هذا الجدال كان في التوحيد والنبوة، فكان الجدال فيه مأمورا به ثم إنا مأمورون باتباعه عليه السلام لقوله:
فاتبعوني يحببكم الله [آل عمران: ٣١] ولقوله: لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة [الأحزاب: ٢١] فوجب كوننا مأمورين بذلك الجدال.
____________________________________
Tambahan:
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefisinikan debat sebagai “Pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing.” Debat semacam ini positif selama kedua belah pihak masih bisa beragumentasi dengan baik. Akan tetapi ketika keduanya sudah dikuasai emosi dan bahkan saling serang pribadi masing-masing, maka perdebatan seamcam ini bisa berkepanjangan dan berpotensi menimbulkan madharat. Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitabnya berjudul Risâlatul Mu‘âwanah wal Mudhâharah wal Muwâzarah (Dar Al-Hawi, 1994, halaman 147) menjelaskan larangan debat berkepanjangan sebagai berikut:
وعليك بالحذر من المراء والجدال فإنهما يوغران الصدور ويوحشان القلوب ويولِّدان العداوة والبغضاء فإن ماراك أوجادلك محِقٌّ فعليك بالقبول منه, لأن الحق أحق أن يتبع, أو مبطل فعليك بالإعراض عنه, لإنه جاهل والله تعالى يقول: "واعرض عن الجاهلين
Artinya: “Jangan sekali-kali melibatkan dirimu dalam perdebatan berkepanjangan, sebab hal itu akan mengobarkan kemarahan, merusak hati, menimbulkan permusuhan, dan membangkitkan kebencian. Apabila seseorang mendebatmu dengan suatu kebenaran, terimalah, sebab kebenaran selalu lebih patut diikuti. Apabila ia terus mendebatmu dengan suatu kebatilan, berpalinglah dan tinggalkan orang itu, sebab ia adalah seorang jahil, sedangkan Allah SWT telah berfirman, “Berpalingklah dari orang-orang jahil.”
Dari kutipan diatas dapat diuraikan larangan debat berkepanjangan disebabkan berpotensi menimbulkan hal-hal negatif seperti berikut:
Pertama, mengobarkan kemarahan di salah satu atau kedua belah pihak. Hal ini bisa terjadi jika salah satu pihak mulai tidak fokus pada topik pembicaraan tetapi sudah menyerang secara verbal pada pribadi pihak lainnya. Sikap marah dari salah satu pihak biasa dibalas dengan sikap yang sama oleh pihak lainnya.
Kedua, merusak hati kedua belah pihak karena masing-masing terbakar emosinya. Emosi yang tak terkendali pada akhirnya akan menghilangkan akal masing-masing. Keadaan makin parah ketika masing-masing pihak mulai menggunakan okol (otot) dari pada akal sehingga yang terjadi kemudian adalah adu kekuatan fisik dan bukannya adu mulut.
Ketiga, menimbulkan permusuhan di antara kedua belah pihak karena pihak yang awalnya merasa menang secara retoris bisa jadi pada akhirnya mengalami kekalahan secara fisik.
Hal ini terjadi ketika pihak yang kalah secara retoris ternyata memiliki kekuatan fisik yang lebih kuat. Permusuhan bisa makin melebar jika pihak-pihak yang berdebat merupakan representasi dari suatu kelompok tertentu sehingga menyulut solidaritas kelompok. Keempat, menumbuhkan kebencian di antara kedua belah pihak yang sewaktu-waktu dapat membakar emosi mereka. Kebencian yang tak bisa dipadamkan pada akhirnya akan menjadi bara dendam kesumat dan berpotensi melanggengkan permusuhan baik di antara individu yang berdebat maupun anggota kelompoknya. Untuk menghindari hal-hal negatif diatas, Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad sangat menekankan agar kita memiliki sportivitas dalam berdebat, yakni bersikap jujur terhadap suatu kebenaran dari pihak lain. Artinya jika pihak lain itu ternyata pendapatnya memang benar, maka secara jujur kita harus bersedia mengakui dan menerimanya. Sikap semacam ini sangat terpuji karena kebenaran dari manapun asalnya harus diterima dan diikuti tanpa memandang siapa yang menyatakannya. Sebaliknya, apabila kita menyakini bahwa pendapat kita benar dan pihak lawan bicara pendapatnya salah karena kejahilannya, maka sebaiknya kita segera meninggalkan orang itu karena tidak sepatutnya kebenaran dikaburkan oleh kejahilan dan apalagi dikalahkan oleh kebatilan. Dengan cara seperti ini, maka debat berkepanjangan dapat dihindari sehingga tidak menimbulkan hal-hal negatif sebagaimana disebutkan di atas. Anjuran meninggalkan pihak yang jahil ini sejalan dengan perintah Allah SWT di dalam Al-Qur’an, surah Al-A’raf, ayat 199,
Wallahu A'lamu bisshowab.
___________________________
Penanggung jawab: @ummi/ امي دندازهيرة
Perumus dan mujawwib: @Ust khosiyanto spdi @ust Aby Abd Hady @Ustadz M . Hasyiem Ritonga spd @Ustad عاشق العلماء, @ustd Ishadi
@Ustadzah Al Maidatul Mutiara Annisa
dan Tim Admin yg lainnya.
Komentar
Posting Komentar